Pilgubri Berpotensi Praktik Suap

Pilgubri berpotensi terjadinya praktek suap ataupun politik uang (money politic). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Panitia Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah (Panwas Pilkada) dinilai perlu mengusut keberadaan dana “mahar politik” yang dibungkus dengan istilah bantuan para balon terhadap parpol. Sebab, sejauh ini tidak ada satupun partai yang secara transparan termasuk pasangan balon mengumumkan besaran dana yang telah mereka berikan kepada parpol pendukung jika memang untuk bantuan partai.

Pengamat hukum dari Universitas Islam Riau (UIR) Husnu Abadi mengatakan, tidak tertutup kemungkinan “mahar politik” untuk membayar dukungan parpol pendukung sama dengan kasus suap menyuap. Secara aturan seseorang ataupun kelompok, perusahaan memang dibolehkan memberikan bantuan dana kepada partai dalam jumlah yang terbatas. Sesuai UU 12 Tahun 2008 tentang Parpol pada Bab XV pasal 35 menyebutkan sumbangan perseorangan bukan anggota parpol paling banyak Rp1 miliar per orang dalam waktu satu tahun anggaran. Sedangkan bantuan dari perusahaan dan atau badan usaha, paling banyak Rp4 miliar dalam waktu satu tahun anggaran. Dalam aturan itu juga ditegaskan bahwa sumbangan dimaksud didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab.

Dikatakan, dalam kasus-kasus Pilkada memang membutuhkan dana berkampanye dan lainnya, namun jika memang bantuan itu legal maka parpol tidak perlu takut mengumumkannya kepada publik. “Bisa saja itu hanya kedok untuk menyembunyikan adanya suap menyuap di parpol dan kalau partai memang mendapatkan dana itu secara sah, harusnya juga berani mengungkapkan ke publik berapa anggaran mereka terima,” kata Husnu Abadi di Hotel Pangeran, Kamis (3/7). Husnu menduga, pendanaan di Pilgubri ini bisa menjadi ajang cuci uang (money loundry) pihak tertentu yang mendanai calon kepala daerah. Hal-hal seperti ini memang butuh pembuktian karena sangat tidak mungkin semua dana Pilgubri ditanggung balon dari kantong pribadi.

Bukan Domain Panwas Sementara itu, Ketua Panwas Pilkada Provinsi Riau, Dicky Rinaldi mengatakan, isu soal jual beli perahu partai itu memang santer di masyarakat, tapi sulit dibuktikan kecuali partai dan calon jujur mengungkapkannya. Selain itu bukan domain Panwas menyelidiki sejauh itu Panwas hanya dapat mengawasi hasil audit kekayaan pasangan calon setelah diaudit oleh BPK. Dari laporan keuangan itu bisa ditelusuri lebih lanjut asal muasal dana dan besaran yang dimiliki calon bersangkutan. Namun demikian, sejumlah pengurus parpol beralasan, jika dana itu digunakan untuk keperluan kampanye dan membantah melakukan jual beli partai.




    Leave a comment